Sabtu, 18 Februari 2012

Pendakian Lawu Jalur Cetho 1 Suro 2011

Gunung Lawu terkenal dibanjiri banyak pendaki ketika malam 1 Suro. Bertepatan dengan malam 1 Suro tahun 2011, saya bareng 3 teman saya berangkat naik gunung Lawu lewat jalur Cetho. Jalur Cetho cenderung jarang dilewati jika dibandingkan dengan jalur Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang.

Kami berangkat dari Jogja sekitar jam 5 sore, dan sampai basecamp Cetho sudah malam. Kami cuma istirahat dan sholat sebentar, lalu langsung lanjut naik. Namun setelah jalan naik belum begitu jauh dari basecamp, kami memutuskan ngecamp dulu.


 Lokasi ngecamp pertama, sebelum Candi Kethek (Foto: doc. Lisa)


Keesokan paginya kami langsung lanjut naik lagi dengan melewati candi Kethek. Dan ketika melewati pos 1, kami baru tau kalau setiap malam 1 Suro, tim Sar Himalawu ada di setiap pos. Dan setiap melalui setiap pos, kami harus melapor dulu.


Dekat Candi Kethek (Foto: doc. Lisa)


Di pos 1, kami istirahat sebentar dan mendapat cerita kalau beberapa hari yang lalu ditemukan mayat perempuan tanpa identitas, dan cuma ada buku Yasin. Sepanjang perjalanan melalui jalur Cetho, kami tidak banyak bertemu dengan pendaki lain tapi banyak tim Sar. Karena para pendaki membanjiri gunung Lawu di malam 1 Suro melalui jalur Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang.

Semak-semaknya udah mau nutup jalur (Foto: doc. Lisa)

Lalu, kami melanjutkan perjalanan hingga melalui setiap pos yang tentunya ada tim Sar yang berjaga. Setelah melalui pos 4 menuju pos 5, kami berjalan lebih lambat karena menunggu salah satu teman yang sudah hampir ngedrop.

Karena kami tidak segera sampai di pos 5 dan malam pun makin larut, maka tim Sar yang berjaga di pos 4 pun menyusul kami. Tim Sar khawatir kalau kami tersesat. Setelah menemukan kami, tim Sar membantu membawakan carrier kami agar kami bisa berjalan lebih cepat.

Ketika sampai di pos 5, ternyata dingin banget! Dan termometer tim Sar pun menunjukkan -5 derajat (pantes dingin banget). Kami pun bergegas mendirikan tenda. Pos 5 merupakan hamparan savana persimpangan antara jalur Cetho dan jalur Jagaraga. Lalu kami memasak, dan saking dinginnya makanan yang kami masak tidak kunjung matang, haha!

Tetapi langit di pos 5 sangat cerah, dengan bertaburan bintang yang tampak sangat besar, subhanallah!

Karena 2 orang dari kami (termasuk saya) memutuskan ikut naik ke puncak Hargodumilah bareng beberapa rombongan tim Sar, maka kami akhirnya cuma makan mie instan setengah matang, haha!

Ternyata dari pos 5 menuju ke puncak Hargodumilah, masih lumayan jauh. Perjalanan menuju Hargodalem dari pos 5 melalui Sendang Menjangan atau Tapak Menjangan.

Akhirnya sampai juga di pusat keramaian, yaitu Hargodalem. Di Hargodalem terdapat warung-warung, toilet umum, dan tenda-tenda para pendaki. Di Hargodalem pun kami termasuk beberapa tim Sar, menikmati teh anget dan soto dulu. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke puncak Hargodumilah.

Hargodalem bareng beberapa tim Sar Himalawu (Foto: doc. Lisa)

Kami sampai di puncak Hargodumilah pada malam Suro sekitar jam 12an malam. Di puncak Hargodumilah luar biasa dingin, sampai bikin kepala pening. Akhirnya kali cuma foto-foto sebentar dan bergegas turun ke pos 5.

Saya dan Lisa di Puncak Hargodumilah 3265 mdpl (Foto: doc. Lisa)

Ketika berjalan turun menuju pos 5 pun saya seringkali berjalan sambil tidur, sumpah ngantuk banget! Akhirnya kami sampai di pos 5 sekitar jam 3 dini hari.

Keesokan harinya kami tentunya bangun kesiangan, hehe! Tetapi 1 teman kami ada yang melanjutkan naik ke puncak Hargodumilah, karena semalem nggak ikutan naik. Di pos 5 ini adalah saatnya kami gila foto-foto.

Pagi yang Cerah di Savana Pos 5 (Foto: doc. Lisa)


Jalur menuju Hargodalem dari arah Pos 5 (Foto: doc. Lisa)

Bareng Tim Sar Himalawu di Pos 5 (Foto: doc. Lisa)


Iseng-iseng pinjem toga temen dan dipakai foto-foto (Foto: doc. Lisa)


Pagi yang hangat di sekitar Pos 5 (Foto: doc. Lisa) 


Lokasi ngecamp di pos 5 (Foto: doc. Lisa)


Sebelum perjalanan turun tetep foto-foto dulu, hehe (Foto: doc. Lisa) 


Sendang Menjangan atau Tapak Menjangan, sebuah danau dangkal di hamparan savana (Foto: doc. Lisa)


Saya masih foto-foto memakai topi toga bareng Lisa (Foto: doc. Lisa)

Kami start turun baru sekitar jam 11 siang. Saat perjalanan turun saya pun cedera lutut kiri, akhirnya harus jalan pelan-pelan, hehe. Ketika perjalanan turun tepatnya diantara pos 2 dan pos 1, satu teman kali ada yang berjalan lebih dulu dan menghilang dari kami. Tetapi akhirnya dia dilaporkan sudah sampai di pos 1. padahal hampir saja tim Sar melakukan penyisiran, hehe! (Kami memang banyak merepotkan tim Sar ;p).

Ketika sampai di basecamp pun kami, ikut acara makan barenga tim Sar Himalawu. Terimakasih buat semua crew tim Sar Himalawu yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Tanpa bantuan kalian, kami jelas tidak mungkin muncak :).

Ikut makan-makan di dapur basecamp Tim Sar Himalawu (Foto: doc. Lisa)

NB: Banyak kisah sejarah Gunung Lawu yang kami dengar dari teman-teman tim Sar Himalawu, antara lain:

1. Konon malam 1 Suro adalah ulang tahun Gunung Lawu, maka di malam 1 Suro Gunung Lawu selalu cerah meskipun musim hujan (terbukti benar saat pendakian kami).

2. Konon jalur Cetho di Gunung Lawu seringkali digunakan untuk ritual, sehingga termasuk jalur yang jarang dilewati jika dibandingkan dengan jalur Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang.

3. Di pos 5 jalur Cetho, konon seringkali terdengar suara pedang beradu atau suara berisik perang. Karena di lokasi ini, dahulu kala merupakan tempat perang pasukan kerajaan Demak yang mengejar Raden Brawijaya.

4. Diantara pos 4 dan 5 terdapat pohon cemara kembar, yang konon itu merupakan gerbang kraton.

Cemoro Kembar, konon adalah Gerbang Kraton (Foto: doc. Lisa)

Selain itu, juga ada cerita mistis dari teman-teman tim Sar Himalawu, antara lain:

1. Dekat dengan pos 3, tempat ditemukannya mayat wanita beberapa hari lalu, muncul sekelebatan putih (alhamdulillah bukan saya yang melihatnya).

2. Di pos 5, ketika teman-teman tim Sar sedang menghangatkan diri di dekat api unggun, tiba-tiba muncul 3 orang (bapak, ibu, dan anak kecil) dari jalur Jagaraga. Teman-teman tim Sar kaget, karena keluarga tersebut tiba-tiba ada dihadapan mereka dan menyapa. Keluarga tersebut bilang mereka naik lewat jalur Jagaraga malam itu. Tapi koq anehnya nggak pakai senter dan tiba-muncul. Keanehan lain adalah jarang juga anak kecil diajak naik gunung malam-malam buta. Tetapi keluarga tersebut langsung pamit untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dan meninggalkan teman-teman tim Sar yang terbengong-bengong.